di susun oleh :
SYARIFAH NIZMAH ASSEGAF
NPM. 306.10.35.017
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMUPENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) BANJARMASIN
JURUSAN PENDIDIKAN SENI TARI
2013
Daftar Isi.............................................................................................................................................
Kata Pengantar...................................................................................................................................
Kata Pengantar...................................................................................................................................
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang..................................................................................................................................
Rumusan Masalah.............................................................................................................................
Batasan Masalah...............................................................................................................................
Tujuan Penelitian.................................................................................................................................
BAB II ISI
Pengertian Pernikahan menurut agama Islam....................................................................................................................................................
Hukum Pernikahan.............................................................................................................................
Proses perkawinan adat Banjar..........................................................................................................
Tempat Bersanding..............................................................................................................................
Upacara Bamandi-mandi.....................................................................................................................
Bapalas Bidan......................................................................................................................................
BAB III Penutup
Kesimpulan..........................................................................................................................................
Saran-saran..........................................................................................................................................
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya. Dan karena atas limpahan karunia-Nya
itu pula maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun berdasarkan perkawinan adat banjar
yang berkembang di masyarakat Banjar.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
karena itu sangat diharapkan kritik dan saran dari semua pihak (pembaca) dan semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan mendapat ridha dari-Nya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kultur
budaya yang berkembang di Banjarmasin sangat banyak hubungannya dengan sungai,
rawa dan danau, disamping pegunungan.Tumbuhan dan binatang yang menghuni daerah
ini sangat banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan mereka.Kebutuhan hidup
mereka yang mendiami wilayah ini dengan memanfaatkan alam lingkungan dengan
hasil benda-benda budaya yang disesuaikan.hampir segenap kehidupan mereka serba
relegius. Disamping itu, masyarakatnya juga agraris, pedagang dengan dukungan
teknologi yang sebagian besar masih tradisional.Ikatan kekerabatan mulai
longgar dibanding dengan masa yang lalu, orientasi kehidupan kekerabatan lebih
mengarah kepada intelektual dan keagamaan.Emosi keagamaan masih jelas nampak
pada kehidupan seluruh suku bangsa yang berada di Kalimantan Selatan.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian Pernikahan menurut Islam?
b. Bagaimana hokum pernikahan menurut Islam?
c. Bagaimana proses perkawinan adat Banjar?
d. Bagaimana tempat bersanding pengantin
banjar?
e. Bagaimana upacara bamandi-mandi?
f. Bagaimana upacara bapalas bidan?
C. BATASAN MASALAH
a. Urutan proses perkawinan adat banjar.
b. Proses-proses yang dilakukan sebelum batatai
pengantin.
c. Pengelompokan tempat batatai (bersanding)
secara umum
d. Pengertian upacara bamandi-mandi
D. TUJUAN
Tujuan
penulisan makalah ini adalah agar kita bisa mempelajari / mengetahui
kebudayaan-kebudayaan yang menjadi tradisi masyarakat Banjar dari adat badatang
(melamar) sampai pasangan tersebut mempunyai anak pertama.
BAB II
ISI
A. Pengertian Pernikahan Secara Islam
Perkawinan
berasal dari kata “kawin” yang merupakan terjemahan dari bahasa arab nikah.
Selain kata nikah, dalam bahasa Arab juga lazim mempergunakan kata ziwaj dengan
maksud yang sama, yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan
jenis untuk melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.
Sedangkan
dalam ensiklopedi Islam kawin secara bahasa mempunyai 2 (dua) arti yang berbeda
yaitu “persetubuhan” atau “akad”.Namun menurut Hasan Ayyub, perkawinan secara
bahasa diartikan sebagai kebersamaan dan berkumpul serta terjalinnya ikatan
antara seorang pria dengan wanita, dan keduanya menjadi pasangan suami isteri
yang terikat oleh tali perkawinan yang sah.
Adapun
perkawinan menurut syara’ (istilah) adalah akad yang telah dikenal dan
menekankan pada rukun-rukun serta syarat-syarat (yang telah ditetapkan) untuk
berkumpul.Di samping itu dapat pula diartikan sebagai ikatan lahir batin antara
seorang laki-laki dan perempuan untuk dapat hidup bersama dalam suatu rumah
tangga dan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan (syari’ah)
Islam.
Menurut
pandangan Soemiyati, yang dimaksud perkawinan yaitu melakukan akad perjanjian
untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan perempuan untuk
mengahalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak guna mewujudkan suatu
kebahagiaan hidup dalam rumah tangga berdasarkan rasa kasih sayang dan
ketentraman serta mendapatkan ridha dari Allah SWT.
Dalam
istilah Undang-undang No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk rumah tangga (keluarga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Sedangkan Kompilasi Hukum Islam menyatakan, bahwa perkawinan
menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau misaqan
golidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Dari
beberapa pengertian tentang perkawinan yang berbeda-beda tersebut di atas,
dapat dipahami dan diambil kesimpulan bahwa diantaranya mempunyai unsur
kesamaan, yaitu perkawinan merupakan suatu akad perjanjian yang suci antara
seorang lak-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga)
yang kekal, bahagia, dan sejahtera.Sehingga dengan ikatan perkawinan yang sah,
maka hubungan seksual (kelamin) menjadi halal serta anak hasil hubungan itu
juga menjadi keturunan yang sah dan memiliki hubungan nasab yang jelas.
Pada
umumnya di kalangan para ulama’ terjadi perbedaan pendapat tentang hukum
perkawinan. Namun sependapat dengan ulama’ jumhur (mayoritas ulama’), Ibnu
Rusyd menyatakan bahwa perkawinan atau pernikahan hukumnya sunnah. Perbedaan
pendapat ini menurutnya disebabkan adanya penafsiran tentang apakah bentuk
kalimat perintah dalam nash (al-Qur’an atau hadis) yang berkaitan dengan
masalah perkawinan, yaitu harus diartikan wajib, sunnah, atau mungkin mubah.
Para ulama fuqaha’ yang berpendapat bahwa perkawinan adakalanya wajib, sunnah, serta mubah dikarenakan atas dasar pertimbangan kemaslahatan. Sedangkan al-Jaziriy berpendapat bahwa hukum perkawinan itu ada 5 (lima), yang kemudian pendapat ini juga diikuti oleh Wahbah az-Zuhayliy, diantaranya hukum wajib, sunnah, haram, makruh, atau mubah.
Para ulama fuqaha’ yang berpendapat bahwa perkawinan adakalanya wajib, sunnah, serta mubah dikarenakan atas dasar pertimbangan kemaslahatan. Sedangkan al-Jaziriy berpendapat bahwa hukum perkawinan itu ada 5 (lima), yang kemudian pendapat ini juga diikuti oleh Wahbah az-Zuhayliy, diantaranya hukum wajib, sunnah, haram, makruh, atau mubah.
B. Hukum Perkawinan.
a. Wajib
a. Wajib
Perkawinan
hukumnya wajib bagi yang memiliki cukup kemampuan dan keinginan yang kuat untuk
menyalurkan hasrat seksual, serta merasa khawatir terjerumus ke dalam
perzinahan bila melakukan perkawinan.Bahwasanya menjaga kesucian diri dan
menjauhkan dari perbuatan haram adalah wajib, dan hal itu tidak dapat terpenuhi
melainkan dengan perkawinan. Hal ini selaras dengan kaidah:
ماَ لاَ
يُتِمَ اْلوَاجِبَ اِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ.
Artinya
: “Sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu
hukumnya manjadi wajib.”
b. Sunnah
Bagi orang
yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk melakukan perkawinan dan dia tidak
khawatir akan berbuat zina bila tidak melakukannya, maka perkawinan ini
hukumnya sunnah. Oleh karena itu, perkawinan lebih utama dari pada bertekun
diri dalam ibadah, dan menjalani hidup hidup sebagai pendeta yang tabattul
(anti kawin) yang sama sekali tidak dibenarkan dan dikecam dalam Islam.
c. aram
Perkawinan
hukumnya haram, apabila orang yang melakukannya tidak mempunyai keinginan dan
kemampuan, serta tangggung jawab untukmenjalankan kewajiban-kewajiban dalam
berkeluarga, yang mengakibatkan dirinya, isteri, dan anaknya menjadi terlantar.
Allah SWT. berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 195:
… وَلَا
تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ…
Artinya
: “…Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan…” (Q.S.
Al-Baqarah : 195).
Di
samping itu, juga haram hukumnya bagi orang yang melakukan perkawinan dengan
maksud untuk menelantarkan orang lain. Misalnya, seorang laki-laki yang akan
mengawini seorang perempuan, tapi dia berniat tidak akan mengurusnya dan agar
perempuan tidak dapat dikawini oleh orang lain.
d. Makruh
Bagi
seorang laki-laki yang sebenarnya tidak berkeinginan kawin, baik disebabkan
tidak mampu memenuhi hak calon isteri yang bersifat lahiriyah batiniyah, dan si
perempuan tidak merasa terganggu dengan ketidakmampuan calon suaminya, maka
perkawinan semacam ini dimakruhkan.
e. Mubah
Adapun
bagi seorang laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan
dan mengharamkan untuk melakukan perkawinan, maka hukumnya mubah.
C. Proses Perkawinan adat banjar
Perkawinan
adat Banjar dipengaruhi oleh unsur dalam agama Islam, dalam perkawinan Banjar
nampak jelas begitu besar penghormatan terhadap posisi wanita.Hal itu merupakan
penerapan dari ajaran Islam yang mengemukakan ungkapan “surga itu dibawah
telapak kaki ibu” dan kalimat “wanita itu adalah tiang negara”.Acara demi acara
yang dilaksanakan semuanya berpusat di tempat atau di rumah pihak calon
mempelai wanita, pihak dari keluarga laki-laki yang datang menghormati kepada
keluarga mempelai wanita.
Urutan
proses yang umum terjadi di kalangan keluarga calon pengantin adalah:
1. Basusuluh (mencari informasi secara
diam-diam mengenai riwayat keluarga calon mempelai. Mencari informasi ini bisa
melalui berbagai macam cara dan dilakukan secara cerdik)
2. Batatakun (mencari informasi definitif,
pencarian ini lebih terbuka melalui kedua pihak keluarga)
3. Badatang (meminang)
4. Maatar Patalian ( memberikan barang-barang
antaran kepada pihak mempelai wanita, berupa barang kebutuhan sehari-hari dan
perlengkapan kamar tidur)
5. Nikah (ikatan resmi menurut agama)
6. Batatai (proses akhir dari perkawinan
Banjar, upacara bersanding/pesta perkawinan)
Ditambah
berbagai proses lainnya yang semuanya dilakukan di kediaman mempelai wanita.
Karena perkawinan merupakan salah satu hal terpenting dalam hidup, maka
keluarga kedua mempelai berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan kesan dan
keistimewaan serta fasilitas kepada kedua mempelai, mereka dilayani bagai
seorang raja dan ratu sehingga sering diberi julukan Raja Sahari (raja satu
hari)
Proses-proses
yang dilakukan sebelum batatai pengantin, yaitu:
1. Manurunakan Pangantin Laki-Laki, Upacara
akan dimulai saat pengantin laki-laki mulai turun dari rumahnya menuju
pelaminan di rumah mempelai wanita. Proses ini memang terlihat mudah, tetapi
sering pada acara inilah terjadi hal-hal yang berakibat fatal bahkan
mengakibatkan batalnya seluruh acara perkawinan. Di masa lalu, tidak jarang
laki-laki saingan yang gagal memperoleh hati wanita yang akan segera menikah
melakukan segala cara untuk menggagalkan pernikahan yang akan segera berlangsung.
Mereka berusaha menggagalkan dengan cara halus (gaib) terutama saat ijab kabul
tiba. Mempelai laki-laki akan muntah-muntah dan sakit, ada juga yang tidak
dapat menggerakkan kakinya untuk melangkah padahal rumah wanitanya sudah
didepan mata. Untuk mengantipasi hal ini biasanya para tetuha keluarga
memberikan sangu dengan doa-doa khusus. Selain itu saat kaki calon pengantin
laki-laki melangkah pertama kali akan didendangkan shalawat nabi dan ditaburi
baras kuning.
2. Maarak Pengantin Laki-laki, saat tidak ada
lagi gangguan terjadi rombongan pengantar akan bergerak menuju rumah mempelai
wanita (dahulu jarak antar rumah calon relatif dekat sehingga warga berjalan
kaki beramai-ramai). Kira-kira beberapa puluh meter di depan rumah mempelai,
saat inilah berbagai macam kesenian akan ditampilkan. Diantaranya, Sinoman
Hadrah, Kuda Gipang, bahkan ada musik Bamban (sejenis Tanjidor Betawi).
Mempelai laki-laki yang melewati barisan Sinoman Hadrah akan dilindungi oleh
Payung Ubur-Ubur, payung ini akan terus berputar-putar melindungi pengantin
sambil rombongan bergerak menuju rumah mempelai wanita.
3. Batatai Pengantin, proses terakhir dalam
pesta. Kedua mempelai bertemu dan dipertontonkan di atas mahligai pelaminan
disaksikan seluruh undangan yang hadir.
Selain
rangkaian proses di atas masih ada beberapa proses perkawinan adat Banjar yang
dilakukan oleh keluarga kedua mempelai sebagai penunjang suksesnya hari batatai
pengantin.
D. Perkawinan adat banjar : tempat bersanding
Dalam
struktur masyarakat feodal seperti kerajaan, tokoh penting atau orang besar
akan mendapat porsi yang lebih terhormat dalam pelayanan sehari-hari. Misalnya
raja akan disediakan singgasana megah dihiasi berbagai macam ornamen dan
lambang kebesaran lainnya.
Pasangan
Pengantin Banjar yang telah diberi gelar Raja Sahari sudah tentu pula mendapat
fasilitas duduk bersanding di atas sebuah singgasana yang khusus dan indah.
Secara umum tempat batatai (bersanding) dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Balai Patataian, atau sering disebut orang
pelaminan. Bentuk berupa kerangka bangunan persegi empat dengan ukuran minimal:
tinggi 2.5 m, lebar 2.5 m, panjang 2.0 m. Bagian depan dihias dengan ukiran
motif Sasuluran (bunga-bungaan), sedangkan empat tiang penopang diberi ukiran
atau dibungkus dengan kain kuning sedemikian rupa sehingga membentuk arti
tersendiri dalam budaya Banjar. Di bagian depan atas ditempatkan ukiran
sepasang Naga yang saling berhadapan sebagai perlambang keperkasaan dan
keagungan. Untuk tiang penyangga depan dihias dengan ular lidi atau ular lulut
sebagai lambang kecantikan dan kebijaksanaan. Bagian tempat duduk patataian
dibuat bertingkat dua (dadampar) yang dihiasi dengan kain satin atau bahan
lainnya yang berwarna kuning.
2. Geta Kencana atau Geta Peraduan berbentuk seperti tempat beradu/tempat tidur sebagai tempat tidur yang bertiang ukir dengan dipan yang rendah. Kasurnya berbentuk batumpang tinggi dengan posisi bubungan kelambu yang digantung.
2. Geta Kencana atau Geta Peraduan berbentuk seperti tempat beradu/tempat tidur sebagai tempat tidur yang bertiang ukir dengan dipan yang rendah. Kasurnya berbentuk batumpang tinggi dengan posisi bubungan kelambu yang digantung.
3. Balai Laki, jenis tempat bersanding yang
dibuat di luar rumah dan umumnya dibangun di tepi jalan raya sebagai tempat
bersanding mempelai sebelum memasuki rumah. Bentuknya menyerupai panggung atau
pentas dengan ketinggian sekitar 2 meter dan lebar 3 meter. Balai laki ini
memungkinkan masyarakat luas untuk melihat pasangan pengantin sambil menyaksikan
atraksi kesenian yang mengiringi pesta perkawinan.
E. Upacara Bamandi-mandi
Berbagai
upacara mandi yang sering kita dengar dimasyarakat ialah upacara mandi
menjelang kawin pertama kali, upacara mandi bagi seorang wanita yang pertama
kali hamil, berbagai upacara mandi sebagai cara penyembuhan, dan mandi sebagai
salah satu syarat atau bentuk amalan.
Tidak
semua wanita yang hamil pertama kali harus menjalani upacara mandi.Konon yang
harus menjalaninya ialah yang keturunannya secara turun temurun memang harus
menjalaninya.Pada upacara mandi hamil, mungkin si calon ibu sebenarnya bukan tergolong
yang wajib menjalaninya, tetapi konon bayi yang dikandungnya mungkin
mengharuskannya melalui ayahnya dan dengan demikian si calon ibu ini pun harus
menjalaninya pula.Lalai melakukan upacara itu konon menyebabkan yang
bersangkutan atau salah seorang anggota kerabat dekat “dipingit”. Sebagai
akibat peristiwa “pemingitan” itu proses kelahiran berjalan lambat.
Seperti
sudah dikemukakan di atas, tidak semua wanita hamil pertama kali harus
melakukan upacara mandi.Yang harus melakukannya hanyalah mereka yang memang
keturunan dari orang-orang yang selalu melaksanakannya.Namun dalam kenyataannya
banyak ibu-ibu muda yang melaksanakan upacara itu dalam bentuknya yang sangat
sederhana, meskipun konon sebenarnya tidak ada keharusan baginya untuk
melakukan hal itu.
Untuk
melaksanakan upacara ini kadang-kadang dipadakan saja dengan meminta banyu baya
kepada seorang bidan, membuat banyu Yasin sendiri yang kemudian dicampur dengan
bunga-bungaan dan melakukan sendiri upacara di rumah yang dibantu oleh
wanita-wanita tua yang masih berhubungan kerabat dekat dengannya atau dengan
suaminya.
Sebagai syarat melaksanakan upacara mandi ini disiapkan nasi ketan dengan inti, yang dimakan bersama setelah upacara selesai.Upacara mandi yang demikian sederhana ini sebenarnya juga dilaksanakan pada kehamilan ketiga, kelima dan seterusnya di Dalam Pagar dan sekitarnya, khususnya apabila terdapat kesukaran pada kehamilan sebelumnya.
Sebagai syarat melaksanakan upacara mandi ini disiapkan nasi ketan dengan inti, yang dimakan bersama setelah upacara selesai.Upacara mandi yang demikian sederhana ini sebenarnya juga dilaksanakan pada kehamilan ketiga, kelima dan seterusnya di Dalam Pagar dan sekitarnya, khususnya apabila terdapat kesukaran pada kehamilan sebelumnya.
Upacara
kehamilan yang berupa upacara mandi tian mandaring sampai sekarang masih
berlangsung terutama sering dilakukan di daerah-daerah pedesaan yang masih kuat
dengan tradisi dalam kehidupan sehari-hari sedangkan pada masa perkotaan yang
sudah mengalami perkembangan kemajuan alam pikiran dan teknologi sebagian telah
meninggalkan beberapa upacara adat dan tidak lagi mengindahkan berupa hal-hal
yang dipercayai yang bersifat mustahil.Kalaupun mereka lakukan, kadang-kadang
sudah berpadu dengan unsur modern.Baik dalam adat upacara maupun dalam
pelaksanaan upacara lebih menitik beratkan pada unsur-unsur yang praktis
daripada unsur-unsur yang bersifat magis.
Bagi masyarakat Banjar yang masih memakai adat, terutama yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran dengan segala pantangannya, dalam hal upacara adat selalu mereka selenggarakan walaupun diimplemantasikan dalam bentuk upacara yang sangat sederhana sekali sebatas sebagai persyaratan belaka. Karena mereka khawatir akan dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandungnya apabila tidak melaksanakan upacara adat. Oleh karena tujuan utama penyelenggaraan upacara untuk mengusir roh-roh jahat yang dapat mengganggu kehamilan.
Adanya lapisan kebudayaan lama / asli dengan segala unsur religinya yang berakulturasi yang mana unsur agama lebih banyak sekali mempengaruhi adat istiadat kebudayaan masyarakat Banjar.Karena masyarakat Banjar merupakan penganut agama Islam yang kuat, namun walaupun demikian sebagian masyarakat Banjar masih mempercayai kepercayaan lama yang berupa kepercayaan terhadap roh-roh halus yang dapat mengganggu kehidupannya.Karena itu setiap upacara adat yang merupakan daur hidupnya suku Banjar dilaksanakan secara Islami namun tidak meninggalkan unsur kepercayaan lama, dan sampai sekarang masih berkembang di masyarakat walaupun sebagiannya sudah hampir punah.
Bagi masyarakat Banjar yang masih memakai adat, terutama yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran dengan segala pantangannya, dalam hal upacara adat selalu mereka selenggarakan walaupun diimplemantasikan dalam bentuk upacara yang sangat sederhana sekali sebatas sebagai persyaratan belaka. Karena mereka khawatir akan dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandungnya apabila tidak melaksanakan upacara adat. Oleh karena tujuan utama penyelenggaraan upacara untuk mengusir roh-roh jahat yang dapat mengganggu kehamilan.
Adanya lapisan kebudayaan lama / asli dengan segala unsur religinya yang berakulturasi yang mana unsur agama lebih banyak sekali mempengaruhi adat istiadat kebudayaan masyarakat Banjar.Karena masyarakat Banjar merupakan penganut agama Islam yang kuat, namun walaupun demikian sebagian masyarakat Banjar masih mempercayai kepercayaan lama yang berupa kepercayaan terhadap roh-roh halus yang dapat mengganggu kehidupannya.Karena itu setiap upacara adat yang merupakan daur hidupnya suku Banjar dilaksanakan secara Islami namun tidak meninggalkan unsur kepercayaan lama, dan sampai sekarang masih berkembang di masyarakat walaupun sebagiannya sudah hampir punah.
F. Bapalas Bidan
Dikalangan
masyarakat Kalimantan khususnya suku Banjar, dikenal adat Bapalas Bidan dan
Batasmyah. Upacara ini merupakan ritual doa pada anak yang baru lahir agar
diberikan keselamatan.
Bapalas
Bidan, sebagai bentuk ucapan terimakasih orang tua si anak kepada bidan, yang
membantu kelahiran anaknya. Orangtua si anak menyerahkan kepada si bidan
beberapa persyaratan seperti beras, kelapa gula jawa, serta telur ayam kampung.
Setelah upacara Bapalas Bidan selesai, dilanjutkan dengan upacara Batasmyah,
yaitu sebuah upacara untuk memberikan nama pada anak yang baru lahir.
Prosesi
Bapalas Bidan dan Batasmyah dimulai dengan pembacaan surat \Yasin untuk Nabi
Besar Muhammad SAW, dihadapan para undangan tersedia ayunan dari kain kuning
dengan bermacam-macam perhiasan. Si anak yang baru lahir harus diayun
bergantian oleh orang tua dan oleh bidan, serta para tamu yang hadir. Selain
itu ditengah tamu yang hadir diamparkan kue khas daerah, sebanyak 41 jenis,
serta minuman kopi manis dan kopi pahit.
Usai
acara Bapalas Bidan dan Batasmyah dilanjutkan dengan pembacaan Maulid Hapsih
serta pembacaan munaqih atau riwayat hidup wali-wali Allah. Ditengah pembacaan
Maulid Hapsih, si anak yang baru lahir diayun lagi dan didoakan oleh para tamu
dengan mengusap kepalanya, dengan wewangian
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap
masyarakat memiliki adat / tradisi di daerah masing-masing.Tradisi tersebut
berlangsung sejak kita lahir sampai kita meninggal.Seperti adat banjar, dari
upacara bapalas bidan dan batasmiyah sampai upacara pemakaman.
B. Saran-saran
Sebaiknya
kita sebagai penerus generasi suku banjar lah yang memelihara agar tradisi kita
akan terus ada dan tidak diklaim oleh Negara lain.
DaftarPustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Seni_tradisional_Banjardiaksespadatanggal
03 Januari 2013
http://kerajaanbanjar.wordpress.com/2007/03/14/sekilas-proses-perkawinan-adat-banjar/diaksespadatanggal
03 Januari 2013
http://kerajaanbanjar.wordpress.com/2007/03/19/perkawinan-adat-banjar-tempat-bersanding/diaksespadatanggal
03 Januari 2013
2008., upacaramandihamilpadakebudayaanbanjarhttp://miabu.wordpress.com/2008/12/07/upacara-mandi-hamil-pada-kebudayaan-banjar/diaksespadatanggal
03 Januari 2013
Bull, Kang., 2012., pengertianperkawinandanhukumnyadalamislamhttp://www.sudahtahu.com/2012/05/23/10737/pengertian-perkawinan-dan-hukumnya-dalam-islam/diaksespadatanggal
03 Januari 2013