Minggu, 19 Mei 2013



PERKAWINAN ADAT BANJAR


di susun oleh :

SYARIFAH NIZMAH ASSEGAF
NPM. 306.10.35.017

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMUPENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) BANJARMASIN
JURUSAN PENDIDIKAN SENI TARI
2013



Daftar Isi.............................................................................................................................................
Kata Pengantar...................................................................................................................................
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang..................................................................................................................................
Rumusan Masalah.............................................................................................................................
Batasan Masalah...............................................................................................................................
Tujuan Penelitian.................................................................................................................................
BAB II ISI
Pengertian Pernikahan menurut agama Islam....................................................................................................................................................
Hukum Pernikahan.............................................................................................................................
Proses perkawinan adat Banjar..........................................................................................................
Tempat Bersanding..............................................................................................................................
Upacara Bamandi-mandi.....................................................................................................................
Bapalas Bidan......................................................................................................................................
BAB III Penutup
Kesimpulan..........................................................................................................................................
Saran-saran..........................................................................................................................................
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................




KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT  Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya. Dan karena atas limpahan karunia-Nya itu pula maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun berdasarkan perkawinan adat banjar yang berkembang di masyarakat Banjar.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna karena itu sangat diharapkan kritik dan saran dari semua pihak (pembaca) dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan mendapat ridha dari-Nya.

  

BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
   Kultur budaya yang berkembang di Banjarmasin sangat banyak hubungannya dengan sungai, rawa dan danau, disamping pegunungan.Tumbuhan dan binatang yang menghuni daerah ini sangat banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan mereka.Kebutuhan hidup mereka yang mendiami wilayah ini dengan memanfaatkan alam lingkungan dengan hasil benda-benda budaya yang disesuaikan.hampir segenap kehidupan mereka serba relegius. Disamping itu, masyarakatnya juga agraris, pedagang dengan dukungan teknologi yang sebagian besar masih tradisional.Ikatan kekerabatan mulai longgar dibanding dengan masa yang lalu, orientasi kehidupan kekerabatan lebih mengarah kepada intelektual dan keagamaan.Emosi keagamaan masih jelas nampak pada kehidupan seluruh suku bangsa yang berada di Kalimantan Selatan.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian Pernikahan menurut Islam?
b. Bagaimana hokum pernikahan menurut Islam?
c. Bagaimana proses perkawinan adat Banjar?
d. Bagaimana tempat bersanding pengantin banjar?
e. Bagaimana upacara bamandi-mandi?
f. Bagaimana upacara bapalas bidan?

C. BATASAN MASALAH
a. Urutan proses perkawinan adat banjar.
b. Proses-proses yang dilakukan sebelum batatai pengantin.
c. Pengelompokan tempat batatai (bersanding) secara umum
d. Pengertian upacara bamandi-mandi

D. TUJUAN
   Tujuan penulisan makalah ini adalah agar kita bisa mempelajari / mengetahui kebudayaan-kebudayaan yang menjadi tradisi masyarakat Banjar dari adat badatang (melamar) sampai pasangan tersebut mempunyai anak pertama.




BAB II
ISI
A. Pengertian Pernikahan Secara Islam
   Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang merupakan terjemahan dari bahasa arab nikah. Selain kata nikah, dalam bahasa Arab juga lazim mempergunakan kata ziwaj dengan maksud yang sama, yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis untuk melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.
Sedangkan dalam ensiklopedi Islam kawin secara bahasa mempunyai 2 (dua) arti yang berbeda yaitu “persetubuhan” atau “akad”.Namun menurut Hasan Ayyub, perkawinan secara bahasa diartikan sebagai kebersamaan dan berkumpul serta terjalinnya ikatan antara seorang pria dengan wanita, dan keduanya menjadi pasangan suami isteri yang terikat oleh tali perkawinan yang sah.
Adapun perkawinan menurut syara’ (istilah) adalah akad yang telah dikenal dan menekankan pada rukun-rukun serta syarat-syarat (yang telah ditetapkan) untuk berkumpul.Di samping itu dapat pula diartikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk dapat hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan (syari’ah) Islam.

   Menurut pandangan Soemiyati, yang dimaksud perkawinan yaitu melakukan akad perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan perempuan untuk mengahalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak guna mewujudkan suatu kebahagiaan hidup dalam rumah tangga berdasarkan rasa kasih sayang dan ketentraman serta mendapatkan ridha dari Allah SWT.

   Dalam istilah Undang-undang No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk rumah tangga (keluarga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan Kompilasi Hukum Islam menyatakan, bahwa perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau misaqan golidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

   Dari beberapa pengertian tentang perkawinan yang berbeda-beda tersebut di atas, dapat dipahami dan diambil kesimpulan bahwa diantaranya mempunyai unsur kesamaan, yaitu perkawinan merupakan suatu akad perjanjian yang suci antara seorang lak-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang kekal, bahagia, dan sejahtera.Sehingga dengan ikatan perkawinan yang sah, maka hubungan seksual (kelamin) menjadi halal serta anak hasil hubungan itu juga menjadi keturunan yang sah dan memiliki hubungan nasab yang jelas.

   Pada umumnya di kalangan para ulama’ terjadi perbedaan pendapat tentang hukum perkawinan. Namun sependapat dengan ulama’ jumhur (mayoritas ulama’), Ibnu Rusyd menyatakan bahwa perkawinan atau pernikahan hukumnya sunnah. Perbedaan pendapat ini menurutnya disebabkan adanya penafsiran tentang apakah bentuk kalimat perintah dalam nash (al-Qur’an atau hadis) yang berkaitan dengan masalah perkawinan, yaitu harus diartikan wajib, sunnah, atau mungkin mubah.

   Para ulama fuqaha’ yang berpendapat bahwa perkawinan adakalanya wajib, sunnah, serta mubah dikarenakan atas dasar pertimbangan kemaslahatan. Sedangkan al-Jaziriy berpendapat bahwa hukum perkawinan itu ada 5 (lima), yang kemudian pendapat ini juga diikuti oleh Wahbah az-Zuhayliy, diantaranya hukum wajib, sunnah, haram, makruh, atau mubah.
B. Hukum Perkawinan.
a. Wajib
   Perkawinan hukumnya wajib bagi yang memiliki cukup kemampuan dan keinginan yang kuat untuk menyalurkan hasrat seksual, serta merasa khawatir terjerumus ke dalam perzinahan bila melakukan perkawinan.Bahwasanya menjaga kesucian diri dan menjauhkan dari perbuatan haram adalah wajib, dan hal itu tidak dapat terpenuhi melainkan dengan perkawinan. Hal ini selaras dengan kaidah:
ماَ لاَ يُتِمَ اْلوَاجِبَ اِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ.
Artinya : “Sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu hukumnya manjadi wajib.”
b. Sunnah
   Bagi orang yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk melakukan perkawinan dan dia tidak khawatir akan berbuat zina bila tidak melakukannya, maka perkawinan ini hukumnya sunnah. Oleh karena itu, perkawinan lebih utama dari pada bertekun diri dalam ibadah, dan menjalani hidup hidup sebagai pendeta yang tabattul (anti kawin) yang sama sekali tidak dibenarkan dan dikecam dalam Islam.

c. aram
   Perkawinan hukumnya haram, apabila orang yang melakukannya tidak mempunyai keinginan dan kemampuan, serta tangggung jawab untukmenjalankan kewajiban-kewajiban dalam berkeluarga, yang mengakibatkan dirinya, isteri, dan anaknya menjadi terlantar. Allah SWT. berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 195:
… وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ…
Artinya : “…Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan…” (Q.S. Al-Baqarah : 195).

   Di samping itu, juga haram hukumnya bagi orang yang melakukan perkawinan dengan maksud untuk menelantarkan orang lain. Misalnya, seorang laki-laki yang akan mengawini seorang perempuan, tapi dia berniat tidak akan mengurusnya dan agar perempuan tidak dapat dikawini oleh orang lain.
d. Makruh
   Bagi seorang laki-laki yang sebenarnya tidak berkeinginan kawin, baik disebabkan tidak mampu memenuhi hak calon isteri yang bersifat lahiriyah batiniyah, dan si perempuan tidak merasa terganggu dengan ketidakmampuan calon suaminya, maka perkawinan semacam ini dimakruhkan.

e. Mubah
   Adapun bagi seorang laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan dan mengharamkan untuk melakukan perkawinan, maka hukumnya mubah.

C. Proses Perkawinan adat banjar
   Perkawinan adat Banjar dipengaruhi oleh unsur dalam agama Islam, dalam perkawinan Banjar nampak jelas begitu besar penghormatan terhadap posisi wanita.Hal itu merupakan penerapan dari ajaran Islam yang mengemukakan ungkapan “surga itu dibawah telapak kaki ibu” dan kalimat “wanita itu adalah tiang negara”.Acara demi acara yang dilaksanakan semuanya berpusat di tempat atau di rumah pihak calon mempelai wanita, pihak dari keluarga laki-laki yang datang menghormati kepada keluarga mempelai wanita.
Urutan proses yang umum terjadi di kalangan keluarga calon pengantin adalah:
1. Basusuluh (mencari informasi secara diam-diam mengenai riwayat keluarga calon mempelai. Mencari informasi ini bisa melalui berbagai macam cara dan dilakukan secara cerdik)
2. Batatakun (mencari informasi definitif, pencarian ini lebih terbuka melalui kedua pihak keluarga)
3. Badatang (meminang)
4. Maatar Patalian ( memberikan barang-barang antaran kepada pihak mempelai wanita, berupa barang kebutuhan sehari-hari dan perlengkapan kamar tidur)
5. Nikah (ikatan resmi menurut agama)
6. Batatai (proses akhir dari perkawinan Banjar, upacara bersanding/pesta perkawinan)

   Ditambah berbagai proses lainnya yang semuanya dilakukan di kediaman mempelai wanita. Karena perkawinan merupakan salah satu hal terpenting dalam hidup, maka keluarga kedua mempelai berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan kesan dan keistimewaan serta fasilitas kepada kedua mempelai, mereka dilayani bagai seorang raja dan ratu sehingga sering diberi julukan Raja Sahari (raja satu hari)
Proses-proses yang dilakukan sebelum batatai pengantin, yaitu:
1. Manurunakan Pangantin Laki-Laki, Upacara akan dimulai saat pengantin laki-laki mulai turun dari rumahnya menuju pelaminan di rumah mempelai wanita. Proses ini memang terlihat mudah, tetapi sering pada acara inilah terjadi hal-hal yang berakibat fatal bahkan mengakibatkan batalnya seluruh acara perkawinan. Di masa lalu, tidak jarang laki-laki saingan yang gagal memperoleh hati wanita yang akan segera menikah melakukan segala cara untuk menggagalkan pernikahan yang akan segera berlangsung. Mereka berusaha menggagalkan dengan cara halus (gaib) terutama saat ijab kabul tiba. Mempelai laki-laki akan muntah-muntah dan sakit, ada juga yang tidak dapat menggerakkan kakinya untuk melangkah padahal rumah wanitanya sudah didepan mata. Untuk mengantipasi hal ini biasanya para tetuha keluarga memberikan sangu dengan doa-doa khusus. Selain itu saat kaki calon pengantin laki-laki melangkah pertama kali akan didendangkan shalawat nabi dan ditaburi baras kuning.

2. Maarak Pengantin Laki-laki, saat tidak ada lagi gangguan terjadi rombongan pengantar akan bergerak menuju rumah mempelai wanita (dahulu jarak antar rumah calon relatif dekat sehingga warga berjalan kaki beramai-ramai). Kira-kira beberapa puluh meter di depan rumah mempelai, saat inilah berbagai macam kesenian akan ditampilkan. Diantaranya, Sinoman Hadrah, Kuda Gipang, bahkan ada musik Bamban (sejenis Tanjidor Betawi). Mempelai laki-laki yang melewati barisan Sinoman Hadrah akan dilindungi oleh Payung Ubur-Ubur, payung ini akan terus berputar-putar melindungi pengantin sambil rombongan bergerak menuju rumah mempelai wanita.

3. Batatai Pengantin, proses terakhir dalam pesta. Kedua mempelai bertemu dan dipertontonkan di atas mahligai pelaminan disaksikan seluruh undangan yang hadir.

   Selain rangkaian proses di atas masih ada beberapa proses perkawinan adat Banjar yang dilakukan oleh keluarga kedua mempelai sebagai penunjang suksesnya hari batatai pengantin.

D. Perkawinan adat banjar : tempat bersanding
   Dalam struktur masyarakat feodal seperti kerajaan, tokoh penting atau orang besar akan mendapat porsi yang lebih terhormat dalam pelayanan sehari-hari. Misalnya raja akan disediakan singgasana megah dihiasi berbagai macam ornamen dan lambang kebesaran lainnya.

   Pasangan Pengantin Banjar yang telah diberi gelar Raja Sahari sudah tentu pula mendapat fasilitas duduk bersanding di atas sebuah singgasana yang khusus dan indah. Secara umum tempat batatai (bersanding) dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Balai Patataian, atau sering disebut orang pelaminan. Bentuk berupa kerangka bangunan persegi empat dengan ukuran minimal: tinggi 2.5 m, lebar 2.5 m, panjang 2.0 m. Bagian depan dihias dengan ukiran motif Sasuluran (bunga-bungaan), sedangkan empat tiang penopang diberi ukiran atau dibungkus dengan kain kuning sedemikian rupa sehingga membentuk arti tersendiri dalam budaya Banjar. Di bagian depan atas ditempatkan ukiran sepasang Naga yang saling berhadapan sebagai perlambang keperkasaan dan keagungan. Untuk tiang penyangga depan dihias dengan ular lidi atau ular lulut sebagai lambang kecantikan dan kebijaksanaan. Bagian tempat duduk patataian dibuat bertingkat dua (dadampar) yang dihiasi dengan kain satin atau bahan lainnya yang berwarna kuning.

2. Geta Kencana atau Geta Peraduan berbentuk seperti tempat beradu/tempat tidur sebagai tempat tidur yang bertiang ukir dengan dipan yang rendah. Kasurnya berbentuk batumpang tinggi dengan posisi bubungan kelambu yang digantung.

3. Balai Laki, jenis tempat bersanding yang dibuat di luar rumah dan umumnya dibangun di tepi jalan raya sebagai tempat bersanding mempelai sebelum memasuki rumah. Bentuknya menyerupai panggung atau pentas dengan ketinggian sekitar 2 meter dan lebar 3 meter. Balai laki ini memungkinkan masyarakat luas untuk melihat pasangan pengantin sambil menyaksikan atraksi kesenian yang mengiringi pesta perkawinan.

E. Upacara Bamandi-mandi
   Berbagai upacara mandi yang sering kita dengar dimasyarakat ialah upacara mandi menjelang kawin pertama kali, upacara mandi bagi seorang wanita yang pertama kali hamil, berbagai upacara mandi sebagai cara penyembuhan, dan mandi sebagai salah satu syarat atau bentuk amalan.
Tidak semua wanita yang hamil pertama kali harus menjalani upacara mandi.Konon yang harus menjalaninya ialah yang keturunannya secara turun temurun memang harus menjalaninya.Pada upacara mandi hamil, mungkin si calon ibu sebenarnya bukan tergolong yang wajib menjalaninya, tetapi konon bayi yang dikandungnya mungkin mengharuskannya melalui ayahnya dan dengan demikian si calon ibu ini pun harus menjalaninya pula.Lalai melakukan upacara itu konon menyebabkan yang bersangkutan atau salah seorang anggota kerabat dekat “dipingit”. Sebagai akibat peristiwa “pemingitan” itu proses kelahiran berjalan lambat.

   Seperti sudah dikemukakan di atas, tidak semua wanita hamil pertama kali harus melakukan upacara mandi.Yang harus melakukannya hanyalah mereka yang memang keturunan dari orang-orang yang selalu melaksanakannya.Namun dalam kenyataannya banyak ibu-ibu muda yang melaksanakan upacara itu dalam bentuknya yang sangat sederhana, meskipun konon sebenarnya tidak ada keharusan baginya untuk melakukan hal itu.
Untuk melaksanakan upacara ini kadang-kadang dipadakan saja dengan meminta banyu baya kepada seorang bidan, membuat banyu Yasin sendiri yang kemudian dicampur dengan bunga-bungaan dan melakukan sendiri upacara di rumah yang dibantu oleh wanita-wanita tua yang masih berhubungan kerabat dekat dengannya atau dengan suaminya.

   Sebagai syarat melaksanakan upacara mandi ini disiapkan nasi ketan dengan inti, yang dimakan bersama setelah upacara selesai.Upacara mandi yang demikian sederhana ini sebenarnya juga dilaksanakan pada kehamilan ketiga, kelima dan seterusnya di Dalam Pagar dan sekitarnya, khususnya apabila terdapat kesukaran pada kehamilan sebelumnya.
   Upacara kehamilan yang berupa upacara mandi tian mandaring sampai sekarang masih berlangsung terutama sering dilakukan di daerah-daerah pedesaan yang masih kuat dengan tradisi dalam kehidupan sehari-hari sedangkan pada masa perkotaan yang sudah mengalami perkembangan kemajuan alam pikiran dan teknologi sebagian telah meninggalkan beberapa upacara adat dan tidak lagi mengindahkan berupa hal-hal yang dipercayai yang bersifat mustahil.Kalaupun mereka lakukan, kadang-kadang sudah berpadu dengan unsur modern.Baik dalam adat upacara maupun dalam pelaksanaan upacara lebih menitik beratkan pada unsur-unsur yang praktis daripada unsur-unsur yang bersifat magis.

   Bagi masyarakat Banjar yang masih memakai adat, terutama yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran dengan segala pantangannya, dalam hal upacara adat selalu mereka selenggarakan walaupun diimplemantasikan dalam bentuk upacara yang sangat sederhana sekali sebatas sebagai persyaratan belaka. Karena mereka khawatir akan dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandungnya apabila tidak melaksanakan upacara adat. Oleh karena tujuan utama penyelenggaraan upacara untuk mengusir roh-roh jahat yang dapat mengganggu kehamilan.

   Adanya lapisan kebudayaan lama / asli dengan segala unsur religinya yang berakulturasi yang mana unsur agama lebih banyak sekali mempengaruhi adat istiadat kebudayaan masyarakat Banjar.Karena masyarakat Banjar merupakan penganut agama Islam yang kuat, namun walaupun demikian sebagian masyarakat Banjar masih mempercayai kepercayaan lama yang berupa kepercayaan terhadap roh-roh halus yang dapat mengganggu kehidupannya.Karena itu setiap upacara adat yang merupakan daur hidupnya suku Banjar dilaksanakan secara Islami namun tidak meninggalkan unsur kepercayaan lama, dan sampai sekarang masih berkembang di masyarakat walaupun sebagiannya sudah hampir punah.

F. Bapalas Bidan
   Dikalangan masyarakat Kalimantan khususnya suku Banjar, dikenal adat Bapalas Bidan dan Batasmyah. Upacara ini merupakan ritual doa pada anak yang baru lahir agar diberikan keselamatan.
   Bapalas Bidan, sebagai bentuk ucapan terimakasih orang tua si anak kepada bidan, yang membantu kelahiran anaknya. Orangtua si anak menyerahkan kepada si bidan beberapa persyaratan seperti beras, kelapa gula jawa, serta telur ayam kampung. Setelah upacara Bapalas Bidan selesai, dilanjutkan dengan upacara Batasmyah, yaitu sebuah upacara untuk memberikan nama pada anak yang baru lahir.
   Prosesi Bapalas Bidan dan Batasmyah dimulai dengan pembacaan surat \Yasin untuk Nabi Besar Muhammad SAW, dihadapan para undangan tersedia ayunan dari kain kuning dengan bermacam-macam perhiasan. Si anak yang baru lahir harus diayun bergantian oleh orang tua dan oleh bidan, serta para tamu yang hadir. Selain itu ditengah tamu yang hadir diamparkan kue khas daerah, sebanyak 41 jenis, serta minuman kopi manis dan kopi pahit.
Usai acara Bapalas Bidan dan Batasmyah dilanjutkan dengan pembacaan Maulid Hapsih serta pembacaan munaqih atau riwayat hidup wali-wali Allah. Ditengah pembacaan Maulid Hapsih, si anak yang baru lahir diayun lagi dan didoakan oleh para tamu dengan mengusap kepalanya, dengan wewangian


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
   Setiap masyarakat memiliki adat / tradisi di daerah masing-masing.Tradisi tersebut berlangsung sejak kita lahir sampai kita meninggal.Seperti adat banjar, dari upacara bapalas bidan dan batasmiyah sampai upacara pemakaman.
B. Saran-saran
   Sebaiknya kita sebagai penerus generasi suku banjar lah yang memelihara agar tradisi kita akan terus ada dan tidak diklaim oleh Negara lain.




DaftarPustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Seni_tradisional_Banjardiaksespadatanggal 03 Januari 2013
2008., upacaramandihamilpadakebudayaanbanjarhttp://miabu.wordpress.com/2008/12/07/upacara-mandi-hamil-pada-kebudayaan-banjar/diaksespadatanggal 03 Januari 2013
Bull, Kang., 2012., pengertianperkawinandanhukumnyadalamislamhttp://www.sudahtahu.com/2012/05/23/10737/pengertian-perkawinan-dan-hukumnya-dalam-islam/diaksespadatanggal 03 Januari 2013